04 Oktober 2025
Headline News

KAHMI Kutuk Pembantaian Umat Islam di India

 -Desak Presiden Joko Widodo Turun Tangan


Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (MN-KAHMI) mengutuk keras tragedi pembantain terhadap umat Islam di India, oleh sekolompok ektremis Hindu pada 23-24 Februari 2010 lalu.

KAHMI juga mendesak Presiden Joko Widodo mengadakan pembicaraan bilateral dengan Perdana Mentri (PM) Narendra Modi untuk mencontoh Indonesia yang mayoritas Muslim, tapi hidup rukun dan harmonis dengan kelompok agama minoritas lainnya.

Koordinator Presidium MN KAHMI Dr.Ir. H. Herman Khaeron, M.Si didampingi Sekretaris Jenderal Drs. Manimbang Kahariady menegaskan, berkenaan dengan kerusuhan yang disusul dengan perundungan (bullying), pembantaian dan pembunuhan terhadap umat Islam di kota Delhi India oleh sekolompok ektremis Hindu dipicu oleh PM. Narendra Modi.

"KAHMI berpendapat sumber konflik dipicu tragedi kemanusiaan di India adalah PM. Narendra Modi dan partai pendukungnya, Bharatiya Janata Party (BJP),"katanya melalui siaran pers MN Kahmi yang diterima wartawan Minggu (8/3/2020).

Menurut Herman yang juga anggota DPR RI asal Dapil Cirebon-Indramayu ini, Modi sebagai nasionalis Hindu ingin memutar jarum jam India dari negara sekuler menjadi negara nasional Hindu.

Bahkan Modi juga adalah tokoh di balik pembantaian 2.500 warga pada 2002 saat dia menjadi Menteri Utama negara bagian Gujarat yang mayoritas Muslim.

Ironisnya lagi, sambung dia, terkait kerusuhan dua hari di Delhi India, Modi hanyamenyampaikan sikapnya melalui media sosial, yang menunjukkan dia adalah bagian dari ektremis Hindu anti-Muslim itu sendiri.

"Sehubungan dengan tragedi kemanusiaan itu MN Kahmi mengutuk keras pembantaian terhadap umat Islam dan menyesalkan sikap PM Modi yang tidak responsif terhadap kerusuhan yang menewaskan puluhan dan mencedarai ratusan warganya,"paparnya.

KAHMI juga mendesak kepada PBB agar mengambil langkah cepat dan menyeluruh untukmenghentikan program politik genoside atas nama agama yang dilakukan oleh PM Modhi, karena bertentangan dengan HAM dan akal sehat, dengan melakukan tindakan anti kemanusiaan.

"PM Modhi beserta seluruh pemimpindi India didesak untuk menghormati dan melaksanakan isi deklarasi HAM PBB tahun 1948 untuk mewujudkan kehidupan bersama tanpa melihat perbedaan suku, agama dan ras,"paparnya.

KAHMI juga meminta agar pengadilan HAM Internasional untuk mengusut tuntas pelanggaran HAM yang secara nyata dilakukan oleh PM Modhi dan segera mengadilinya di pengadilan internasional sebagai pelaku tindakan kejahatan kemanusiaan.

"Kami juga mendesak pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodountuk pro-aktif mengajak negara-negara Islam menyusun komunike bersama
guna mendesak pemerintahan PM,"ucapnya.

Herman juga meminta PM Modi untuk menghapus pasal-pasal kontroversial di dalam undang-undang kewarganegaraannya yang diskriminatif terhadap kelompok-kelompok minoritas di India sebagai komitmen negara demokrasi.

"Pemerintah Indonesia harus mengambil langkah inisiasi, antara lain, agar Presiden Joko Widodo mengadakan pembicaraan bilateral dengan PM Modi untuk
mencontohi Indonesia yang berpenduduk mayoritas Muslim, tetapi hidup rukun dan harmonis dengan kelompok agama minoritas lainnya,"ucapnya.

Pihaknya juga mengajak dunia internasional, terutama lembaga-lembaga yang bergerak di bidang hak asasi manusia, demokrasi dan kemanusiaan untuk bersama-sama mengusung tema kerukunan dan harmoni bagi India sebagai rumah bersama bagi semua komunitas agama.

"Mari kita do'akan saudara-saudara Muslim di India untuk tetap sabar dan terus berjuang menuntut hak-haknya secara konstitusional dan berharap mendapat dukungan dari dunia Islam,"paparnya.

Bukan hanya itu, KAHMI juga mengimbau umat Islam di Indonesia untuk terus menggalang dukungan dansolidaritas ukhuwah Islamiyah bagi saudara-saudara Muslim di Indonesia dengan cara-cara yang santun dan berkeadaban.

"Kami juga menyerukan kepada rezim-rezim politik di dunia ini agar menghentikan seluruh pandangan buruk dan penghinaan bahwa umat Islam adalah teroris, radikalis dan segala persangkaan buruk lainnya,"paparnya.(red PWI).

Facebook