04 Oktober 2025
Headline News

Sertifakatkan Tanah, Kesadaran Masyarakat Masih Rendah

MAJALENGKA
Kurangnya kesadaran masyarakat atas pentingnya penyertifikatan bidang tanah menjadi penyebab rendahnya prosentase jumlah sertifikat kepemilikan tanah yang ada di Kabupaten Majalengka.

Hal itu diungkapkan Kepala Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Kabupaten Majalengka, Dedi Purwadi usai menggelar kegiatan peringatan Peringatan Hari Ulang Tahun Agraria Tata Ruang Nasional Kamis (24/9/2020), di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Majalengka.

Menurut dia, saat ini masih sangat besar bidang tanah di Kabupaten Majalengka yang belum bersertifikat, termasuk tanah milik Pemerintah Kabupaten Majalengka yang belum disertifikatkan seluruhnya.

"Dari jumlah 700 ribu bidang tanah yang ada, baru 25 persen saja yang bersertifikat, sisanya masih AJB (Akta Jual Beli) bahkan hanya SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang),"katanya.

Masih dikatannya, pensertifikatan tanah jika dikerjakan setiap tahun dengan jumlah yang sama diperkirakan baru akan selesai 10 tahun kedepan, itupun jika tidak ada kendala seperti tahun ini adanya musibah Covid-19.

"Tahun ini sedianya ada program pensertifikatan tanah sebanyak 69 ribu bidang tanah, namun karena terkendala pandemi akhirnya hanya memiliki target sebanyak 40.000 bidang, sisanya baru ditargetkan tahun depan,"katanya.

Menurut dia, ada sejumlah kendala untuk penyelesaian pensertifikatan tanah milik warga, diantaranya masyarakat masih belum menganggap penting terhadap bukti sah kepemilikan. Sering kali petugas di lapangan berhadapan dengan masyarakat yang enggan menyerahkan persyaratan disaat ada program pensertifikatan masal.
Di antaranya merasa lahannya aman tanpa ada yang menganggu, enggan membayar BPHTB dan lain-lain.

“Program pembuatan sertifikat sebanyak 40.000 untuk tahun ini berada di tiga Kecamatan, yakni Kecamatan Maja, Talaga dan Cikijing. Namun untuk Kecamatan Cikijing hanya di satu desa di Desa Cidulang,” ungkap Dedi.

Banyaknya bidang tanah yang belum bersertifikat tidak hanya terjadi di masyarakat namun juga pemerintah. Persoalannya, penserifikatan bidang tanah milik pemerintah adalah sering kali tidak bisa menunjukan batas kepemilikan tanah antara milik pemerintah dengan milik masyarakat.

“Ketika ada ketidakjelasan batas tentu bisa mandeg karena BPN akan berisiko dengan persoalan hukum nantinya,” kata Dedi. Pada kesempatan tersebut Dedi meluruskan kesan masyarakat soal pensertifikatan gratis yang mesih dipungut biaya.

Menurutnya biaya masih tetap ada sebesar Rp 150.000 per bidang tanah yang uangnya dikelola oleh Pemerintah Desa, itu diperuntukan bagi administrasi di desa, meterai dan nilai itu berdasarkan keputusan Tiga Menteri. “Yang dibiayai APBN hanya biaya pengukuran panitia dan pendaftaran.” ungkapnya.

Momentum di hari Ulang Tahun BPN ini, Dedi menyebut ingin memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat, mengubah pola pikir di internal kantornya menjadi lebih baik dari sebelumnya. Pegawai yang profesional dibarengi dengan sikap yang santun, sopan, murah senyum dengan memberikan pelayanan prima sehingga memiliki kesan jauh lebih baik di mata masyarakat.

Selain itu pihaknya juga tengah menyelesaikan tunggakan kerja di Tahun 2015 yakni pensertifikatan tanah sebanyak 5.000 bidang yang kini tinggal tersisa 2.000 bidang tanah. Menyinggung program pensertifitakatan yang masih tersisa di Tahun 2019, dia mengatakan segera diserahkan tahun ini. (Red PWI).***

Facebook